Suku Anak Dalam (SAD) Di Jambi || Kehidupannya yang masih terikat kuat
dengan adat istiadat dan ketergantungan pada hasil hutan/alam dan
binatang buruan, membuat Suku Anak Dalam dikategorikan sebagai salah
satu Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang ada di Propinsi Jambi.
Pengertian Kubu dalam bahasa Melayu Jambi memiliki 2 arti yaitu tempat
persembunyian dan bodoh. Nama ini berasal dari desa yang bernama Kubu
Kandang dan Pangabuan, yang berada di tepi Sungai Batanghari.
Kemungkinan desa-desa tersebut merupakan perkampungan awal mereka.
Pengertian Kubu yang berarti Bodoh, jelas tidak enak didengar, karena
ada kesan merendahkan, oleh karena itu mereka enggan disebut sebagai
Orang Kubu, mereka lebih suka menyebut dirinya sebagai “Anak Dalam”,
“Orang Rimbo” atau “Orang Kelam”, sedangkan orang desa di sekitarnya
disebut “Orang Terang”.
Penyebutan terhadap Orang Rimba perlu diketahui terlebih dahulu, karena
ada tiga sebutan yang mengandung makna yang berbeda, yaitu:
KUBU
merupakan sebutan yang paling populer digunakan terutama oleh orang
Melayu dan masyarakat Internasional. Kubu dalam bahasa Melayu memiliki
makna peyorasi seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikan.
Sebutan Kubu telah terlanjur populer terutama oleh berbagai tulisan
pegawai kolonial dan etnografer pada awal abad ini.
SUKU ANAK DALAM
Sebutan ini digunakan oleh pemerintah melalui Departemen Sosial. Anak
Dalam memiliki makna orang terbelakang yang tinggal di pedalaman. Karena
itulah dalam perspektif pemerintah mereka harus dimodernisasikan dengan
mengeluarkan mereka dari hutan dan dimukimkan melalui program
pemberdayaan KAT.
ORANG RIMBA
Adalah sebutan yang digunakan oleh etnik ini untuk menyebut dirinya.
Makna sebutan ini adalah menunjukkan jati diri mereka sebagai etnis yang
mengembangkan kebudayaannya yang tidak bisa lepas dari hutan. Sebutan
ini adalah yang paling proposional dan obyektif karena didasarkan kepada
konsep Orang Rimba itu sendiri dalam menyebut dirinya
ASAL USUL
Penyebutan Orang Rimba pertama kali dipublikasikan oleh Muntholib
Soetomo tahun 1995 dalam desertasinya yang berjudul 'Orang Rimbo: Kajian
Struktural-Fungsional Masyarakat terasing di Makekal, Propinsi Jambi'.
Penyebutan Orang Rimba dengan berakhiran huruf 'o' pada disertasi
tersebut dipertentangkan oleh beberapa antropolog meski tidak ada
perbedaan makna, tetapi akhiran 'o' pada sebutan Orang Rimbo merupakan
dialek Melayu Jambi dan Minang. Sementara fakta yang sebenarnya adalah
Orang Rimba tanpa akhiran 'o' (Aritonang).
Tentang asal usul Suku Anak Dalam (Muchlas, 1975) menyebutkan adanya
berbagai hikayat dari penuturan lisan yang dapat ditelusuri seperti
Cerita Buah Gelumpang, Tambo Anak Dalam (Minangkabau), Cerita Orang Kayu
Hitam, Cerita Seri Sumatra Tengah, Cerita Perang Bagindo Ali, Cerita
Perang Jambi dengan Belanda, Cerita Tambo Sriwijaya, Cerita Turunan Ulu
Besar dan Bayat, Cerita tentang Orang Kubu. Dari hakikat tersebut
Muchlas menarik kesimpulan bahwa Anak Dalam berasal dari tiga turunan
yaitu:
>Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.
>Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari).
>Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko (Muchlas, 1975).
Versi Departemen sosial dalam data dan informasi Depsos RI (1990)
menyebutkan asal usul Suku Anak Dalam dimulai sejak tahun 1624 ketika
Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi, yang sebenarnya masih satu
rumpun, terus menerus bersitegang sampai pecahnya pertempuran di Air
Hitam pada tahun 1929. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada 2
kelompok masyarakat anak dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat
tinggal dan adat istiadat yang berbeda. Mereka yang menempati belantara
Musi Rawas (Sumatera Selatan) Berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan
berpostur tubuh ras Mongoloid seperti orang palembang sekarang. Mereka
ini keturunan pasukan Palembang. Kelompok lainnya tinggal dikawasan
hutan Jambi berkulit sawo matang, rambut ikal, mata menjorok ke dalam.
Mereka tergolong ras wedoid (campuran wedda dan negrito). Konon mereka
tentara bayaran Kerajaan Jambi dari Negara lain.
Versi lain adalah cerita tentang Perang Jambi dengan Belanda yang
berakhir pada tahun 1904, Pihak pasukan Jambi yang dibela oleh Anak
Dalam yang di pimpin oleh Raden Perang. Raden Perang adalah seorang cucu
dari Raden Nagasari. Dalam perang gerilya Anak Dalam terkenal dengan
sebutan orang Kubu artinya orang yang tak mau menyerah pada penjajahan
Belanda. Orang belanda disebutnya orang Kayo Putih sebagai lawan Raja
Jambi (Orang Kayo Hitam).
Lebih lanjut tentang asal usul Suku Anak Dalam ini juga dimuat pada seri
Profil masyarakat Terasing (BMT, Depsos, 1988 ) dengan kisah sebagai
berikut: Pada zaman dahulu kala terjadi peperangan antara kerajaan Jambi
yang di pimpin oleh Puti Selara Pinang Masak dan Kerajaan Tanjung
Jabung yang dipimpim oleh Rangkayo Hitam. Peperangan ini semakin
berkobar, hingga akhirnya di dengar oleh Raja Pagar Ruyung, yaitu ayah
dari Puti Selara Pinang Masak.
Untuk menyelesaikan peperangan tersebut Raja Pagar Ruyung mengirimkan
prajurit prajurit yang gagah berani untuk membantu kerajaan Jambi yang
dipimpin oleh Putri Selaras Pinang Masak. Raja Pagar Ruyung memerintah
agar dapat menaklukkan Kerajaan Rangkayo Hitam, mereka menyanggupi dan
bersumpah tidak akan kembali sebelum menang.
Jarak antara kerajaan Pagar Ruyung dengan kerajaan Jambi sangat jauh,
harus melalui hutan rimba belantara dengan berjalan kaki. Perjalanan
mereka sudah berhari hari lamanya, kondisi mereka sudah mulai menurun
sedangkan persediaan bahan makanan sudah habis, mereka sudah
kebingungan. Perjalanan yang ditempuh masih jauh, untuk kembali ke
kerajaan Pagar Ruyung mereka merasa malu. Sehingga mereka bermusyawarah
untuk mempertahankan diri hidup di dalam hutan. Untuk menghindarkan rasa
malu, mereka mencari tempat tempat sepi dan jauh ke dalam rimba raya.
Keadaan kehidupan mereka makin lama makin terpencil, keturunan mereka
menamakan dirinya Suku Anak Dalam.
Dari uraian di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan
(Koentjaraningrat, 1993) bahwa asal mula adanya masyarakat terasing
dapat di bagi dua yaitu pertama, dengan menganggap bahwa masyarakat
terasing itu merupakan sisa sisa dari suatu produk lama yang tertinggal
di daerah daerah yang tidak dilewati penduduk sekarang, kedua bahwa
mereka merupakan bagian dari penduduk sekarang yang karena peristiwa
peristiwa tertentu diusir atau melarikan diri ke daerah daerah terpencil
sehingga mereka tidak mengikut perkembangan dan kemajuan penduduk
sekarang.
Tentang Suku Anak Dalam ini, Ruliyanto, Wartawan Tempo (Tempo, April
2002) menulis bahwa sejumlah artikel terakhir menyebutkan orang rimba
merupakan kelompok melayu tua lainnya di Indonesia seperti orang Dayak,
Sakai, Mentawai, Nias, Toraja, Sasak, Papua, dan Batak pedalaman.
Kelompok Melayu Tua merupakan eksodus gelombang pertama yunani (Dekat
Lembah Sungai Yang Tze di Cina Selatan) yang masuk ke Indonesia selatan
tahun 2000 sebelum masehi. Mereka kemudian tersingkir dan lari ke hutan
ketika kelompok melayu muda datang dengan mengusung peradaban yang lebih
tinggi antara tahun 2000 dan 3000 sebelum masehi.
Menurut Van Dongen (1906) dalam Tempo (2002), menyebutkan bahwa orang
rimba sebagai orang primitive yang taraf kemampuannya masih sangat
rendah dan tak beragama. Dalam hubungannya dengan dunia luar orang rimba
mempraktekkan Silent trade, mereka melakukan transaksi dengan
bersembunyi di dalam hutan dan melakukan barter, mereka meletakkannya di
pinggir hutan, kemudian orang melayu akan mengambil dan menukarnya.
Gonggongan anjing merupakan tanda barang telah ditukar.
http://forum.viva.co.id/berita-dalam-negeri/598355-sejarah-dan-asal-usul-suku-anak-dalam-di-jambi.html
WOW Inilah Sejarah dan Asal-Usul Suku Anak dalam Di Jambi
Posted by
blogger asik
at
00.52
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »