Ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di sebuah kompleks
perumahan di Bandung. Umur mereka sudah tidak muda lagi. Sang suami
mungkin sudah berumur lebih dari 70, sedangkan istrinya sekitar 60-an.
Di sekitar mereka ada beberapa gerobak lain yang juga menjual makanan
untuk sarapan pagi. Tapi dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling
sepi.
Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya selalu melewati
gerobak mereka yang selalu sepi. Gerobak itu tidak ada yang istimewa.
Cukup sederhana. Jualannya pun standar.
Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk menjaga gerobak mereka
dalam posisi yang selalu sama. Sang suami duduk di luar gerobak,
sementara istrinya di sampingnya. Kalau ada pembeli, sang suami dengan
susah payah berdiri dari kursi (kadang dipapah istrinya) dan dengan
ramah menyapa pembeli. Jika sang pembeli ingin makan di tempat, sang
suami merapikan tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi kuning
dan menyodorkan piring itu pada suaminya untuk diberikan pada sang
pelanggan. Kalau sang pembeli ingin nasi kuning itu dibungkus, sang
istri menyiapkan nasi kuning di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi
bungkusan itu pada suaminya untuk diserahkan pada sang pelanggan.
Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu duduk diam.
Sesekali jika istrinya agak terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung
istrinya. Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan sigap
mengambil sapu tangan dan mengelap keringat suaminya.
Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu spesial. Sangat
standar. Tapi, kalau saya mencari sarapan pagi, saya selalu membeli masi
kuning di tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya. Tapi lebih karena
cinta mereka yang membuat saya tergerak untuk selalu mampir.
Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak ada pelanggan,
mereka tetap bersama. Sang suami tidak pernah memarahi istrinya yang
tidak becus masak. Sang istri pun tidak pernah marah karena gerakan
suaminya yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia bahkan memberi
kesempatan suaminya untuk melayani pelanggan.
Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di saat susah sekali pun.
Hingga hari ini, sudah 10 tahun saya lewati tempat itu, mereka masih
tetap di tempat yang sama, menjual nasi kuning, dan selalu bersikap
sama. Penuh kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling menguatkan di
saat susah.
Jika Anda berkunjung ke Bandung, Anda bisa mampir ke jalan raya komplek
Taman Cibaduyut Indah. Tidak susah mencari gerobak mereka yang
sederhana. Carilah gerobak yang paling sepi pelanggan. Mereka berjualan
sejak pukul 07.00 hingga siang hari (mungkin sekitar 11.00, karena saya
pernah ke kantor jam 11.00, mereka sudah tidak ada). Jujur, nasi kuning
mereka sangat standar & tidak selengkap gerobak nasi kuning lain di
sekeliling mereka. Namun, cinta kasih mereka membuat makanan yang
sederhana itu terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang begitu tulus,
sederhana, apa adanya. Bahkan dalam kesusahan sekalipun, mereka tetap
saling menguatkan.
Sebuah kisah cinta yang luar biasa.
http://forum.viva.co.id/cinta/553586-kisah-cinta-yang-tulus.html
Mengharukan Inilah Kisah cinta yang tulus
Posted by
blogger asik
at
21.00
Related : Mengharukan Inilah Kisah cinta yang tulus
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »